Contoh Maklah Pendidikan Kewarganegaraan ini membahas tentang nilai-nilai pancasila dan sedikit membahas feodalisme..
Bab I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Puji dan syukur kita panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunia dan penyertaan-Nya, makalah yang berjudul “Pengamalan Nilai-Nilai Pancasila” ini dapat terselesaikan meskipun masih terdapat kekurangan di dalamnya. Kita menjumpai banyak sekali kasus-kasus kehidupan yang kita nilai tidak pada tempatnya, tetapi terpaksa terjadi, dan seolah-olah sudah menjadi kebudayaan. Padahal setepatnya kita bangsa Indonesia ini berkebudayaan pancasila. Jadi kalau kasus-kasus kehidupan yang kita nilai tidak benar tadi berlangsung terus, sebenarnya kita semua telah berbuat salah dengan memperlemah atau mungkin bahkan menggusur Pancasila sebagai filsafat kebudayaan kita. Disini saya bermaksud untuk memberikan beberapa kasus kehidupan yang kurang/tidak pada tempatnya untuk kemudian diluruskan dengan menerapkan nilai-nilai pancasila.
B. Rumusan Masalah
Adapun permasalah yang ditanyakan dalam makalah ini antara lain:
1) Jiwa/watak Feodalisme yang di pupuk terus.
2) Bagaimana Menerapkan nilai-nilai pancasila ?
Bab II
PEMBAHASAN
C. Jiwa/watak Feodalisme yang di pupuk terus.
Kita orang timur adalah orang-orang yang pada dasarnya menyukai keutamaan dan indahnya pergaulaun antar manusia, dan kesukaan yang demikian itu seringkali bahkan mempunyai akar yang bersifat spiritual.
Kita kenal istilah dalam bahasa jawa memayu hayuning bawana, artinya: senantiasa berusaha demi keselamatan semua orang. Kalau hal itu telah dilakukan, maka hati sanubari ini keselamatan merasa lega, tenteram, dan senang. Juga ada istilah dalam bahasa jawa jor-joran kautaman, artinya: berlomba-lomba melakukan dan bersikap yang utama/baik, seperti Menghormati seseorang, memberikan sesuatu hadiah, dan lain sebagainya. Sikap, perbuatan, dan watak yang demikian itu pada dasarnya atau aslinya sungguh amat baik, karena membuat hidup ini Nampak lebih indah, penuh rasa damai, dan membuat orang memungkinkan orang untuk berbuat yang positif. Tetapi dalam perkembangan selanjutnya ada kekeliruan dalam penerapannya, yaitu bahwa perbuatan seperti itu sering hanya dipakai sebagai “alat” untuk mencapai sesuatu tujuan dengan melalui jalan pintas.
Orang memberikan hadiah yang tidak tanggung-tanggung besar nilainya, tetapi dibalik itu tersimpan suatu maksud agar si penerima hadiah memberikn fasilitas tertentu. Bahkan untuk maksud yang sebenarnya kecil pun kadang-kadang hadiah dan penghormatan yang diberikan terlalu besar, dan tambahan lagi rasa hormat ini cenderung dilestarikan untuk waktu yang lama.
Apalagi kalau orang sedang bermaksud mencari fasilitas pekerjaan, berusaha agar diterima untuk suatu pekerjaan atau jabatan tertentu. Sikap hormat dan hadiah yang dipersembahkannya pun sehebat mungkin. Semakin tinggi jabatan sesorang, semakin hebat dan tinggi pula rasa hormat dan hadiah yang dipersembahkannya.
Bagi manusia di manapun, penghormatan dan hadiah yang tinggi nilai kebendaanya akan mampu menimbulkan rasa senang dan suka-cita, serta kenikmatan rohani yang membahagiakan. Sayangnya kenikmatan yang membahagiakan ini kemudian menimbulkan sifat kecanduan pada pihak yang menerimanya. Apabila pada permulaanya si penerima hadiah tadi menerimanya secara pasif, kemudian ia secara aktif menjadikan hadiah dan dan penghormatan itu sebagai persyaratan untuk pelayanan yang harus ia lakukan, betapapun kecilnya pelayanan itu. Apalagi yang namanya “Penghormatan” dalam berbagai manifestasinya, setelah itu diterimanya secara kumulatif lalu cenderung menimbulkan arogansi. Merasa bahwa dirinya sungguh-sungguh lebih mulia dibandingkan dengan semua orang yang ada disekitarnya, sehingga semua orang di sekitarnya memang sudah selayaknya harus hormat dan menjunjung tinggi terhadapnya.
Inilah jiwa/watak feodalisme tersebut, suatu watak yang menganggap semua orang lain sebagai bawahan, yang harus hormat kepadanya dan mempersembahkan berbagai macam kekayaan kepadanya, dan dia boleh bersikap angkuh dan sombong terhadap siapa saja di sekelilingnya, ia merasa sebagai tokoh yang amat berkuasa.
Keadaan seperti ini jelas bertentangan dengan yang dikehendaki oleh pancasila. Pancasila dengan silanya yang keempat menghendaki sikap dan jiwa kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan yang bersila ke-5, bersila ke-1, bersila ke-2, bersila ke-3. Kita semua perlu menyadari benar-benar bahwa tak seorang pun dari rakyat Indonesia diperbolehkan untuk menggusur kedudukan pancasila sebagai filsafat hidup bangsa Indonesia. Ini berarti bahwa setiap manusia Indonesia berkewajiban menegakkan pancasila, baik secara dasar filsafat Negara, sebagai ideologi bangsa dan Negara, maupun sebagai pandangan hidup atau filsafat hidup bangsa Indonesia. Demikianlah, maka persoalannya sekarang ialah bagaimana menerapkan nilai-nilai Pancasila pada kasus-kasus kehidupan yang antara lain seperti terhadap kasus yang dilukiskan di atas.
D. Bagaimana Menerapkan Nilai-Nilai Pancasila ?
Kasus yang hendak diterapi nilai-nilai pancasila ialah “ Menyatakan Terima Kasih” kepada orang yang telah atau akan berjasa. Jadi sekali lagi perlu di tegaskan, bukan “ Bagaimana menyuap seseorang “, melainkan “Bagaimana menyatakan Terima Kasih “. Sebab “Menyuap” sudah jelas bertentangan dengan pancasila, jadi tidak ada pedoman “Bagaimana menyuap sesuai dengan pancasila”, “Bagaimana mencuri sesuai dengan pancasila”, dan sebagainya. Pancasila bukanlah pedoman untuk melakukan hal-hal yang tidak baik, Pancasila sama sekali bukan pedoman untuk melakukan kejahatan.
Dalam hal ini kita ingin menerapkan nilai-nilai pancasila pada kasus“Menyatakan Rasa Terima Kasih” kepada orang/pihak yang telah atau akan berjasa. Ini merupakan usaha meluruskan kekeliruan orang yang kita nilai sebagai telah melakukan semacam “Penyuapan”. Sehingga mempersubur atau memupuk jiwa dan watak feodalisme yang penuh arogansi. Rumus penerapannya adalah sebagai berikut:
Menyatakan rasa terima kasih kepada orang/pihak yang telah atau akan berjasa kepada diri kita adalah sesuai dengan sila kedua Kemanusiaan yang adil dan beradab, dengan diliputi dan dijiwai sila pertama, meliputi dan menjiwai sila ketiga, meliputi dan menjiwai sila keempat, meliputi dan menjiwai sila kelima Pancasila.
Itu berarti bahwa kita menyatakan rasa terima kasih kepada orang yang telah/akan berjasa kepada kita, karena kita berniat mengembangkan sikap tenggang rasa dan tepa-selira (butir ke-4 versi 45 butir), mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan social, warna kulit dan sebagainya. (butir ke-2 versi 45 butir), dengan diliputi dan dijiwai oleh sikap percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradap (butir ke-2 sila pertama versi 45 butir), Meliputi dan menjiwai semangat Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.(butir ke-7 sila ketiga versi 45 butir), meliputi dan menjiwai keputusan sikap yang dapat dipertanggung jawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan, mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama (butir ke-9 sila keempat versi 45 butir), meliputi dan menjiwai sikap adil terhadap sesama (butir ke-2 sila kelima versi 45 butir) dan sikap menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama (butir ke-10 sila kelima versi 45 butir).
Bab III
SIMPULAN DAN SARAN
E. Simpulan
Dengan melaksanakan rumus penerapan seperti di atas tersebut (dan kalau perlu diperjelas maksudnya dengan uraian penjelas). Kiranya dapat dipahami bahwa dengan demikian cara seseorang menyatakan terima kasih tidak akan berubah menjadi menyuap seperti yang telah di uraikan di atas, yang bahkan mengembangkan sikap hidup yang bertentangan dengan Pancasila.
Dan Pelaksanaan pancasila tersebut baru dapat dianggap sempurna-sempurnanya, apabila pancasila telah demikian meresapnya didalam hati sanubari kita,di dalam jiwa kita,dan kita menjadi mempunyai kepribadian pancasila atau kepribadian kebangsaan Indonesia, maka dengan sendirinya seluruh penjelmaan hidup segenap bangsa dan setiap orang Indonesia merupakan bentuk penjelmaan dari pada Pancasila.
Selain itu Pengamalan Pancasila secara subjektif akan memperkuat pengamalan Pancasila secara objektif. Pengamalan Pancasila ini harus di lakukan dalam berbagai bidang kehidupan di negara Indonesia agar Pancasila benar-benar berperan sebagaimana Fungsi dan kedudukannya dan supaya tujuan serta cita-cita bangsa Indonesia mudah terwujud
F. Saran
Sekarang ini Pengamalan pengamalan Pancasila semakin memudar terlebih lagi di era globalisasi, sehingga mengancam mental dan kepribadian bangsa Indonesia. Hal ini harus segera ditangani dengan cara meningkatkan penanaman pengamalan Pancasila melalui pendidikan yang seutuhnya, jadi tidak sebatas teori tetapi juga diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itu, perlu adanya kesadaran dari setiap warga negara akan pentingya pengamalan pancasila dan mempertahankannya.
Daftar Pustaka
Sunarjo Wreksosuharjo, Prof. Drs, 2000, Ilmu Pancasila Yuridis Kenegaraan Dan Ilmu Filsafat Pancasila, Surakarta, Andi.
Notonagoro, Prof. Dr. Mr. Drs, 1971, Pancasila Secara Ilmiah Populer, Yogyakarta, Bumi Aksara.
R.Poerwanto Koesdiyo, 2007, Pendidikan Pancasila, Jakarta, Graha Ilmu.
You Might Also Like :



0 komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah yang baik dan sopan , mohon maaf bila komentar anda tidak dibalas atau ditampilkan .
==== Saling menghargai antar sesama blogger ====